Manusia tidak dibekali kemampuan membaca isi hati. Seandainya iya. Tidak banyak manusia yang bisa belajar memahami. Tidak pernah ada yang tahu isi hati. Dan aku bersyukur untuk semua itu.
Seandainya iya. Tentu kau akan tahu isi hatiku. Dan
aku tidak ingin semua itu terjadi. Aku harus menghindarimu. Karena aku
tidak bisa menyembunyikan isi hatiku saat berada di dekatmu. Aku
membenci keadaan yang seperti itu.
Syukurlah Tuhan tidak membekali manusia dengan
kemampuan membaca isi hati. Dengan begitu, aku bebas berada di
sekitarmu. Sekelas denganmu. Sekampus denganmu. Seorganisasi denganmu.
Sepermainan denganmu. Apapun itu yang dalam jarak kita hanya beberapa
langkah kaki, namun secara hati kita jauh seperti matahari ke bumi.
Hanya bisa merasakan.
Aku bisa berbicara nyaman denganmu karena aku
pandai menyembunyikan isi hati. Aku bisa bertegur sapa denganmu dengan
terlihat biasa-biasa saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, tapi tidak
di dalam hati. Aku tidak perlu khawatir kamu menghindariku jika kamu
tahu isi hatiku.
Aku bersyukur atas semua itu. Aku tidak suka
orang-orang yang berkata ingin bisa tahu isi hati orang lain. Itu bisa
merusak seluruh rencanaku. Aku sudah mengatur waktu kapan aku
mengutarakan isi hati. Aku sudah mengatur bagaimana cara
mengutarakannya. Dimana tempatnya. Kepada siapa ku utarakan
pertama-tama. Kalimat apa yang akan aku sampaikan. Sikap apa yang akan
aku tunjukkan.
Syukurlah. Isi hati manusia masih rahasia.
Seandainya tidak ada lagi rahasia di bumi ini. Tidak akan ada lagi
cerita bagaimana rasanya rindu yang tidak tersampaikan. Bagaimana
rasanya menunggu. Bagaimana rasanya mendoakan diam-diam. Bagaimana
rasanya berpapasan. Bagaimana rasanya bertemu. Syukurlah Tuhan masih
merahasiakan isi hati seseorang dari orang lain. Jika tidak, tentu tidak
akan cerita seromantis Ali dan Fatimah, Muhammad dan Khadijah, lalu aku
dan kamu .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar